apa sih itu perawat? Kalau dalam kamus bahasa Inggris setidaknya ditemukan tiga istilah yang relevan nurse, nursing, dan nurture. Nurse, person who cares for ill or injured people; Nursing, profession or work of a nurse; Nurture, care for and educated, encourage the growth ; sebenarnya ada juga istilah nursery, sayangnya di Indonesia istilah tersebut lebih terkenal sebagai tempat jualan antrurium, jenmani dan gelombang cinta.
Kalau dilihat makna yang paling sederhana perawat adalah orang yang merawat orang sakit atau orang yang terluka, merawat disini dalam artian luas bukan “hanya merawat” tetapi juga merawat, mendidik, dan mendukung perkembangan pemulihan pasien. Bahkan ada yang mengistilahkan perawat adalah profesi yang berangkat dari “mother instinct” naluri keibuan, dimana perawat diibaratkan sebagai ibu yang merawat anaknya bahkan ada yang mengilustrasikan lebih ekstrim perawat adalah yang “menggantikan” fungsi dari pasien yang terganngu dan ketidakberdayaan. Pasien yang lemah tidak bisa menggerakkan tubuh bahkan membalikan badannya perawat yg menggantikan untuk membalikan, pasien yg tidak sadar sehingga tidak bisa membersihkan dirinya maka perawat yang membersihkan. Dari merawat pasien dengan yang sifatnya memenuhi kebuthan dasar mendidik pasien sampai level skill yang advance seperti monitoring haemodinamic perlu dikuasai oleh perawat. Sebagai sorang “ibu” yang merawat “anaknya” tentunya diperlukan care / kepedulian, ilmu dan pengetahuan serta pola pandang yang menyeluruh/utuh meliputi aspek biologis, psikologis, social, spiritual (mind, body, spirit/soul).
Seorang dokter mungkin memadang pasien dari aspek biologisnya sehingga ketika menemukan masalah yang bersifat psikologis dia akan merefer ke psikolog. Sudut pandang ini mungkin berbeda, ketika seorang perawat merawat pasien dengan stroke menemukan masalah kelemahan pada anggota geraknya, masalah psikologis terkait sakitnya pasien, pasien tdk bisa makan, bahkan kondisi pasien menjelang ajal, perawat akan memandang pasien tersebut secara utuh biopsikososiospiritual sehingga masalah tersebut akan diintervensi dalam aspek biopsikososiospiritual. Hal tersebut bukan berarti perawat kemaruk semua dikerjakan perawat, tidak, berdasarkan falsafah dan “ajaran” keperawatan perawat memandang masalah pasien itu secara utuh, sehingga mengidentifaksi masalah pasien sebagi nursing diagnosis, outcome, dan intervensi yang dilakukannya secara utuh biopsikososiospiritual.
Sifat dari keperawatan yang utuh/komprehensif ini pada era multidisplin saat ini berpotensi menimbulkan gesekan antar profesi, dimana gesekan tersebut mustahil terjadi pada zaman dahulu di mana saat itu rumah sakit yang ada dokter, perawat dan pasien. Sebagai contoh kasus di atas ketika perawat menemukan pasien stroke tidak bisa menggerakan tubuhnya , tentunya akan tidak cukup perawatnya hanya mengatakan : “tenang.. nanti fisiotheraphis yang akan membalikan tubuh anda”, atau menemukan pasiennya sedih karena terkena stroke “sabar …nanti psikolog akan menghibur anda” atau pasiennya tidak bisa makan karena sulit menelan “oke..nanti ahli gizi yang akan memberikan anda makanan” bahkan ketika ajalnya akan tiba “tunggu dulu…rohaniawan sebentar lagi datang” tentu hal tersebut tidak lucu bila dilakukan oleh perawat sebagai orang yang mendampingi 24 jam di sisi pasien (kalau yang usil nyeletuk : perawatnya kebagian kerjaan apa ?) apalagi perawat telah dibekali ilmu dan kompetensi yang bisa untuk mengatasi masalah tersebut di atas.
Cara pandang terhadap pasien dan intervensi secara utuh ini bahkan sudah dimulai pada zaman Florence Nightingale, sehingga bila ada yang menganggap perawat mengambil kerjaan profesi lain yang notabene profesi itu lahir dan berkembang pada masa kemudian mungkin perlu mengkaji lebih dalam.
Perkembangan profesi kesehatan saat ini sangat pesat dan keperawatan juga semakin berkembang. Masing-masing profesi saat ini cenderung ingin diakui eksistensinya sehingga gesekan antar profesi terkait dengan intervensi masing-masing yang mirip bahkan identik dengan intervensi yang dilakukan oleh perawat yang juga dilakukan oleh profesi lain atau sebaliknya,semakin berpotensi untuk terjadi.Klaim bahwa intervensi tersebut milik profesi tertentu dan tidak boleh dilakukan oleh perawat, padahal intervensi tersebut juga masuk dalam daftar intervensi perawat, perlu disikapi secara bijaksana . Karena pada level tertentu hal tersebut bisa dilakukan oleh perawat. Perawat yang telah mempunyai sertifikasi tertentu atau kondisi yang disepakati untuk dapat melakukan intervensi tersebut tentunya dapat juga melakukan intervensi tersebut. Untuk level yang lebih advance kiranya hal tersebut perlu dilakukan oleh profesi yang bersangkutan sebagai suatu bentuk kolaborasi.Bahkan di dalam Nursing Intervention Classification terdapat setidaknya 433 intervensi keperawatan meliputi kategori physiological Basic, physiological complex, behavioral, safety, family dan helath system tentunya dengan level kompetensi perawat yang berjenjang dari perawat yang generalis sampai yang spesialis.
Mungkin sudah saatnya antar profesi yang sudah semakin banyak di Rumah Sakit untuk bertemu, duduk bersama, saling memahami, dan menemukan solusi yang terbaik sehingga gesekan yang terjadi bisa disikapi secara bijaksana. Yang paling penting dari semua ini adalah dalam rangka memberikan pelayanan yang terbaik untuk pasien kita.Perlu juga dipahami bahwa cara pandang perawat dalam merawat pasien yang utuh dan care / peduli terhadap kondisi pasien adalah ruh dari perawat, sehingga bila perawat dibuat cara pandangnya secara parsial dan terkotak akan membuat perawat tidak lagi mencadi care dan ruh itu kan hilang, maka perawat menjadi tidak lebih sekedar penunggu orang sakit bukan sebagai suatu profesi.
(diambil dari: banyumasperawat.wordpress.com)
Rabu, Agustus 20
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar